Minggu, 29 Agustus 2021

Suatu Hari Aku Pernah "Pulang"

Aku pernah dikecewakan dunia
Segala yang membuatku kuat selama ini, 
seolah berbalik merapuhkanku
Sampai di titik kemudian aku sadar;
Sekonyol apapun cerita hidup seseorang, 
orang tua akan tetap menerimanya
Lalu suatu hari kuputuskan untuk "pulang"
Bukan pulang untuk berhenti,
tapi pulang untuk menguatkan kaki juga hati
Ya, pulang ke "rumah"
Tempat setiap anak bermula;
Ibu
Namun waktu tak mampu memberi kesempatan lebih lama
Ikhlasku Tuhan uji dengan kepulangannya


58 hari setelah pulangya. 
Jakarta, 29 Agustus 2021

Senin, 22 Juni 2020

Tanggal 22 Juni

Bu, terimakasih sudah jadi jalanku hadir di dunia ini. Mengajarkanku bicara, berlari, mengejar cita-cita mewujudkan mimpi dan banyak lagi yang lainnya. Aku bangga menjadi bagian darimu, bagian dari keluarga kita. Dengan segala lebih dan kurangnya. Terimakasih. Semoga Allah membalasmu dengan kebahagiaan di dunia dan kelak di akhirat. Tetaplah tersenyum, Bu. Berbahagialah...walau yang kuhadirkan hanya kebahagiaan-kebahagiaan kecil. Maafkan aku yang masih belum menjadikan mimpi besarmu, nyata. Aku akan berusaha keras seperti biasa. Percayalah 😊

Minggu, 01 Maret 2020

Hai, Maret...

Hai Mas,

Sudah kucukupkan kuncup harapku sampai di Februari. Karena ternyata semesta tak juga mengijinkannya mekar. Terimakasih, pernah tanpa kau sadari mengucap kata pengharapan untukku. Bukan salahmu, aku saja yang terlalu berlebih. Terimakasih telah memberikan warna bahagia pada hari-hariku sampai hari kemarin. Merasakan indahnya mencintaimu aku sungguh bahagia. Walau nyatanya kau sama saja dengan pria lainnya, yang datang kepadaku hanya untuk pergi. Aku sadar dan aku terima, mungkin aku tidak mampu memenuhi syarat yang kau targetkan. Tak apa...aku terima semuanya. Itu hakmu... Tapi kau tau kan? Perasaanku juga hakku. Jadi jika diam-diam aku masih mendo'akanmu tak usah kau hiraukan, itu urusanku dengan Tuhan. Tapi percayalah, mulai hari ini kau akan mendapati aku yang tak lagi berlari ke arahmu. Aku akan mencari jalan lain agar tak merepotkanmu. Dan, maaf untuk semua ketidak warasanku selama ini.

Selamat meneruskan perjalanan, Mas. 


Bekasi, 01 Maret 2020

Senin, 12 Agustus 2019

Garis

Aku ada di garis batas yakin dan tak yakin
Aku berdiri di ambang batas ragu
Iya, sekarang aku tengah ada diantara ambigu kata kita
Tapi tahukah?
Kamu masih tetap berdiri kokoh di dalam do'a-do'aku.
Heii...ada apa ini?

Bekasi, 12 Agustus' 19

Minggu, 26 Mei 2019

Usainya Cerita Yang Tak Kunjung Dimulai

Sebagian dari kita mungkin pernah atau sedang mengalami menjadi tokoh pada cerita  pentas yang tak kunjung dimulai. Kita sudah bersiap dengan perannya, makeup dan baju yang sesuai untuk acara tersebut. Tapi sayang walaupun kita sudah menunggu lama, cerita tak kunjung dimulai. Karena sudah lelah menanti, akhirnya kita memutuskan untuk menutupnya.
Seraya menarik nafas panjang, kita berucap "terimakasih". Itulah penerimaan.

Bekasi, 26 Mei 2019
21 Ramadhan 1440H

Jumat, 10 Maret 2017

Selesaikan Apapun yang Sudah Dimulai

Dulu, saat akhir masa kuliah rasanya ingin sekali berhenti. Sebagian diriku berkata "sudah tit...kamu sudah hebat dititik inipun. Kali ini akan sangat sulit kamu lewati". Sisi lain kemudian berkata "lanjutkan tit...selesaikan apapun yang sudah kamu mulai. Ini belum selesai, tit. Kamu harus lebih bersemangat. Sedikit lagi, sedikit lagi kamu berhasil. Tidak inginkah kamu memakai toga itu? Bukankah itu yang bertahun-tahun mengganggu tidurmu? Yakin saja, Allah pasti memudahkanmu. Allah hanya ingin melihat semangat, ikhtiar, dan doa yang lebih darimu".

Akhirnya... Ya, aku putuskan untuk tetap melangkah. Uang puluhan juta harus kudapatkan untuk bisa ambil skripsi. Lalu cuma selang beberapa bulan saja, harus menyiapkan paling tidak 10 juta rupiah. Kalau dipikir sekarang, harus dari mana? Sedangkan pada saat itu, kakak-kakakku sedang tidak mampu membantu.

Ingat sekali, saat aku memohon pada pihak kampus agar aku bisa sidang. Katanya, harus lunas dulu segala biaya administrasi baru bisa sidang. Sedangkan waktu berlari begitu cepat, tak menghiraukan aku yang tertatih mengejarnya. Tiga hari. Ya, tiga hari menjelang batas akhir sidang. Kalau tidak, maka aku harus sidang tahun berikutnya. Akhirnya, aku beranikan diri untuk menelpon kakak perempuanku. Sambil agak takut aku bilang "teh, teteh nuju gaduh artos?" terdengar jawaban ragu dari sebrang sana "artos? Sabaraha, su? Teteh nuju teu aya mangkaning. Ke urang milarian heula, manawi". Mendengar ucapan kakakku, rasanya lebih panas ke hati dan mata ketimbang patah hati. Sebenarnya itu adalah upaya terakhirku, karena kantor belum ngasih kepastian pinjaman. Sebelum aku ketahuan sedih, aku akhiri telponku. Sambil menahan tangis aku senyum sama temanku. "Ga ada, ay...mentok-mentoknya aku sidang tahun depan".

Benar kata hatiku dari awal, Allah hanya ingin aku lebih serius meminta pada-Nya. Besoknya, Alhamdulillah kantor ngasih pinjaman 7 juta rupiah. Sisa kekurangannya, aku kumpulkan dari simpanan aku. Kalung satu-satunya yang aku punya dan aku suka banget, akhirnya harus ikut dijual. Alhamdulillah, sehari setelah itu aku sidang. Tepat 22 hari setelah sidang aku wisuda, dengan senyum paling bahagia. Terbayar sudah airmata, keringat dan waktu yang selama ini dikorbankan. Sampai hari ini rasanya masih sama persis seperti saat itu, kalau aku sedang mengenangnya.

Setelah kejadian itu, hikmahnya adalah aku selalu berusaha berpikir positif disetiap keadaan. Karena seperti yang selalu aku yakini "semuanya mungkin" saat kita berpikir bisa. Bahkan sampai saat ini, saat pendidikanku belum diperhitungkan. Saat semua usahaku belum mendapat hasil yang diharapkan, tak apa. Aku bersyukur. Bersyukur atas segala hal. Bersyukur aku masih memiliki mimpi dan harapan.

Tak apa tit, semua selalu tepat waktu.
Tak apa tit, Allah tak pernah bosan mendengarkan doamu.
Tak apa tit, Allah ingin kamu belajar bersyukur dulu atas nikmat-Nya.
Tak apa...karena sabar tak berbatas, maka tetaplah bersabar.

Bahagia itu tidak disebabkan dari luar. Tapi dari dalam. Dari hati dan pikiran. Maka aku putuskan untuk bahagia.
"Tita Junianti, terimakasih sudah berjuang sampai ke titik ini. Teruslah berjuang untuk mimpi-mimpimu yang lain. Kamu hebat!! Semoga hari-harimu selalu ceria. Ciptakan bahagia, minimal untuk dirimu sendiri."

Bandung, 10 Maret 2017

Rabu, 22 Juni 2016

Dua Puluh Dua Juni

Saat membaca surat ini, mungkin kau telah menapaki hidup begitu jauh. Ada banyak rasa yang telah kau cecap; kebahagiaan, kesedihan, kekecewaan, kehilangan, haru, senang, lucu, dan rasa lainnya yang datang silih berganti. Menjadi satu kesatuan utuh dalam hidup yang tak mungkin bisa kau hindari. Tapi, seperti yang pernah kau pahami, semua rasa yang ada hanyalah sekeping nuansa di dalam hati. Sifatnya hanya sesaat dan sementara. Suatu kali kau menggenggam, di lain waktu kau harus mampu melepaskan. Maka, aku berpesan, bila suatu saat nanti kau berjalan mengarungi kehidupan dan merasakan kepahitan dari rasa sedih dan kehilangan yang mendalam, ingat-ingatlah lagi bahwa itu hanyalah sesaat dan sementara. Kau hanya perlu menjalaninya dengan seksama, lalu menyelesaikannya dengan tabah. Sebab, itu hanyalah sekeping perasaan di dalam hati. Tidak lebih besar dari kepingan kebahagiaan lain yang menanti kau untuk menggenggamnya. Biarlah bekas luka yang tersisa menjadi bukti dari ketegaran jiwa yang kau punya.

Saat membaca surat ini, mungkin banyak mimpi yang sedang atau sudah kau perjuangkan. Ada beberapa yang mampu kau raih, sisanya yang lain masih begitu abu dan sangsi untuk dapat tercapai. Tapi tak apa, berikan saja usaha terbaik dalam mengupayakannya. Berserah bukan berarti menyerah, tetapi pasrah selepas usaha berlelah-lelah. Maka, aku berpesan, bila dalam perjalananmu nanti kau merasa letih, ingat-ingatlah lagi bahwa itu adalah proses yang kau jalani. Engkau tak pernah tahu apa yang Tuhan persiapkan untukmu, yang bisa kau lakukan hanyalah menjalani apa-apa yang kau yakini. Selesaikanlah apa yang telah kau mulai. Sekalipun kau gagal, itu akan membuatmu paham, mana yang pantas kau perjuangkan dan mana yang semestinya kau lepaskan. Bersabarlah, sebab kesabaran adalah sebaik-baik teman perjalanan. Kuatkan lagi pijakan kakimu dalam melangkah. Perjalanan hidup merupa lorong-lorong hitam paling pekat. Kau akan menemukan cahaya hanya jika mampu berbesar sabar melewatinya. Maka, tenang saja, akan selalu ada kebahagiaan yang menanti di ujung perjalanan.

Saat membaca surat ini, mungkin banyak sahabat terbaik yang mengelilingi hidupmu. Menjadi teman bagi hari-hari panjangmu. Kawan berbincang yang tak menyela pembicaraan, pendengar yang baik bagi ide-ide dan keresahan yang ada di dalam kepalamu. Ruang berbagi tawa dan kesedihan pada setiap waktu yang kau luangkan. Tapi, sebanyak apapun teman, engkau tetaplah berdiri di atas kakimu sendiri. Maka, aku berpesan, bila suatu kali sahabat-sahabatmu satu per satu pergi untuk mewujudkan cita-cita mereka masing-masing, jangan merengek seperti anak kecil yang kehilangan kembang gula. Dukung mereka semampu yang kau bisa. Berikan kenangan terbaik kepada mereka. Sehingga, bila kelak kau semakin jauh, engkau dirindukan sebagai kenangan yang selalu ingin mereka rengkuh. Jadilah sahabat terbaik bagi mereka. Sebab, mereka telah memberikan yang terbaik sebagai sahabatmu.

Saat membaca surat ini, mungkin ada seseorang yang begitu kau cintai. Segenggam hati yang dengan tulus memberikan segalanya untukmu. Ia yang menyuburkan bunga-bunga dan memberi warna-warna bagi tandusnya hatimu yang kesepian. Dekap yang pertama kali memeluk saat kau terjatuh. Tangan yang menggenggam untuk menemanimu menempuh perjalanan. Maka, aku berpesan, jaga ia dengan sebaik-sebaiknya. Perjuangkan sebagaimana kau ingin diperjuangkan. Pertahankan ia dengan setabah-tabahnya kesabaran. Jangan biarkan ia menghilang hanya karena lebih memutuskan untuk pergi. Cintai ia dengan segenap kasihmu. Sayangi ia selembut hatimu. Sebab, kau adalah istimewa karena telah memilikinya.

Saat membaca surat ini, mungkin kau sedang merasa teramat kesepian karena semua yang kau miliki satu per satu menghilang. Tapi, kau tak perlu bersedih dengan seperih pedih rasa. Engkau tak pernah benar-benar kesepian, sebab aku selalu ada. Tak pernah jauh dari hidupmu. Begitu erat, begitu dekat. Maka, pejamkan sejenak matamu. Kunjungi aku di kedalaman hatimu. Aku adalah dirimu sendiri; keyakinan yang kau punya saat tak ada lagi yang bisa kau percaya.

Bila suatu kali kau tak lagi tahu apa yang harus kau lakukan, buka lagi lembaran surat ini. Semoga menjadi semacam pengingat bahwa kau pernah begitu yakin atas hidupmu sendiri. Aku mencintaimu.

Sebaris harapan berjejer rapi tanpa api.
Tapi nyalanya lebih terang dari matahari.
Hari ini.
Semoga,
Malaikat mendekapmu erat,
Diiringi senyum pengusir sepi.
Selamat ulang tahun, Tita Junianti.
Hari ini bahagia, esok apalagi.

Dari seseorang yang mencintaimu begitu dalam.
Tita Junianti.
.