Teruntuk calon suamiku kelak,
Kemarin sepi membawamu padaku, lewat detik-detik yang membentang
malam. Kamu ada di situ, terselip di antara hembusan asap, timbul
tenggelam dalam pekat kopi, melayang bersama tiap petik melodi. Kucoba
mencari namamu di balik tiap bintang, mereka-reka rupamu pada permukaan
bulan, tapi mana mungkin mereka bocorkan rahasia Tuhan?
Jadi kubiarkan kamu tetap di sana, seperti malam-malam lainnya,
serupa khayal berserak abstrak. Sementara aku, masih menikmati tiap
putaran bumi, serta cinta yang datang dan pergi sebagai kisah-kisah
pembuka sebelum akhirnya hati kita terkuak, sambil menerka-nerka apakah
kamu juga melakukan yang sama entah di belahan bumi bagian mana.
Suamiku, aku mendamba saat di mana cinta tumbuh dan memeluk kita
manja. Kuyakini akan indah—mungkin seperti meniti pelangi usai hujan
dengan surga di ujungnya. Pelangi yang semoga tak pernah memudar. Aku
tak perlu takut jatuh meski bahaya membentang di bawah, karena kamu akan
ada di sisiku dan menuntun tiap langkah. Sesekali kita akan
tergelincir, mungkin terkilir. Tapi aku percaya, sayang, tiap bekas luka
akan jadi kisah manis peramu tawa, tersimpan rapi di serambi rumah
kita.
Rumah itu, suamiku, akan jadi tempat lahirnya kehidupan baru.
Tempatmu membuka pagi dengan minuman hangat buatanku. Tempatku menutup
malam dengan kecupan lembutmu. Kita akan mengukir mimpi dan kenangan
pada tiap sudutnya, dengan guratan-guratan cinta. Kamu akan jadi imam
bagiku, atap dan penghangat, pelindung segala resah. Aku akan jadi sejuk
untukmu, pembasuh tiap peluh, penadah tiap lelah. Lalu waktu, pada tiap
jengkal udara, akan memainkan lagu yang manis, pengiring kita berdansa,
bercinta, hingga mabuk oleh hasrat yang tak habis.
Suamiku, untukmu aku akan melahirkan tangan-tangan dan kaki-kaki
mungil pembawa jiwa suci. Lalu bagi merekalah kita akan jalani hari,
denganmu yang mengajarkan mereka kehidupan, dan aku yang merawat mereka
penuh kelembutan. Mereka akan bermain di samping kolam berteratai, di
mana tak terhitung kasih telah kita semai. Juga ribuan dongeng sebelum
tidur, jutaan doa hingga dewasa, sampai akhirnya alam memeluk kita. Dan
hingga masa itu tiba, kita akan tetap berpeluk, saling bersandar dalam
damai.
Kamu yang akan menjadi bagian masa depanku,
akhirnya kusematkan surat ini pada bintang yang dibawa peri-peri,
agar pada suatu malam nanti mereka dapat membawamu pada rinduku lewat
sayap-sayap mimpi. Selamat tidur, sayang, jalanilah hidupmu dengan baik
hingga Tuhan menyatukan kita nanti.
-DisaTannos-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar