Aku dilahirkan bukan dari keluarga berada. Bapakku hanya sekedar kuli musiman. Kalau memang sedang ada pekerjaan di Jakarta beliau menjadi tukang. Tapi untuk sehari-hari, demi menghidupi anak istri, beliau berjualan es kenong dengan cara keliling kampung. Ibuku bilang sih profesi ini jauh lebih baik jika dibandingkan saat kakak-kakakku masih kecil. Ibu dan bapakku seringnya sebagai pembuat batu bata merah yang entah bagaimana bisa disebut cukup. Saat aku kecil, semua itu kupikir wajar saja. Bagiku ada bapak, ibu serta kakak-kakak adalah hal terbaik yang aku alami di dunia ini.
Waktu berlalu. Bapakpun semakin tua dan sakit-sakitan. Karena memang bapak dari mudanya sudah sakit-sakitan, wajar saja jika semakin tua badannya semakin lemah. Bersyukurnya aku dan kakak-kakak memang memiliki jarak usia yang jauh.Jadi pada saat aku SD kakak terbesarku sudah menikah dan bisa dibilang lumayan sudah mampu untuk membantu ekonomi keluarga kami. Akhirnya kakakku pun memutuskan untuk mem-pensiunkan orang tua kami. Alhamdulillah. Tahun terus berjalan, kakakku yang lainpun mulai kerja lalu menikah. Semua kupikir baik-baik saja dan akan selalu seperti itu. Tapi ternyata tidak. Sesuatu terjadi pada keluargaku.
Kakak pertamaku mendapatkan masalah dipekerjaannya. Beliau di fitnah korupsi lalu dikeluarkan. Berbarengan dengan itu juga, saudara dari kakak iparku menuntut sesuatu berdasarkan atas keirian. Ah...keadaan yang selama ini aku pikir akan selalu baik-baik saja ternyata harus berubah. Ekonomi keluarga kitapun semakin porak poranda. Kakak-kakakku yang lain belum mampu kalau untuk menopang keluarga ini. Tidak ada jalan lain, pikir orang tuaku. Selain bapak kembali pada profesinya yang lama. Ya, beliau mulai berjualan lagi. Jualan es kenong, keliling kampung. Demi aku yang saat itu masih sekolah di SMA, dan baru kelas 2. Aku sakit pasti. Aku nangis saat itu. Bukan karena malu, tapi lebih kepada sakit hati atas keadaan. Atas masalah yang beruntun datang ke keluarga kami.
Hari terus berjalan. Walau bapak sudah tua, dan tenaganyapun sudah tidak sekuat dulu akhirnya sering sekali bapak pulang lebih awal karena jantungnya tidak baik-baik saja. Tapi beliau tetap semangat. Demi siapa kalau bukan demi anak-anaknya. Demi melihat anak-anaknya tenang dan tak mengkhawatirkan tentang kebutuhan orang tua. Ada satu hal yang tak akan pernah aku lupakan, dulu setiap bapak pulang jualan bapak selalu bilang ke ibu, "pisahkeun nyi duit nu aralusna, keur bekel si eneng sakola". Bagi orang lain mungkin biasa saja, tapi tidak untukku. Itu luar biasa. Mereka selalu kompak. Bagi mereka keadaan sulit saat itu tidak sebanding dengan keadaan sulit yang pernah mereka alami di masa lalu.
Alhamdulillah seiring waktu kakakku pun mulai bangkit. Dia mulai kembali ke aktifitas barunya. Sesuai dengan pendidikan yang pernah ditempuhnya. Ya, sebagai guru. Walaupun pada saat itu, kakakku masih berstatus guru kontrak. Tak masalah bagi orang tuaku. Yang terpenting kakakku sudah bangkit dari keterpurukannya.
Saat itupun tiba, aku lulus SMA. Bahagia pasti, tapi sedihpun iya. Karena disaat yang sama aku juga putus sekolah. Ekonomi keluargaku tidak memungkinkan untukku melanjutkan kuliah. Akhirnya aku dijemput kakak laki-laki ku yang tinggal di Bandung untuk ikut tinggal bersamanya sambil mencari kerja. Yaa memang terlalu kecil untuk kerja. Tapi tekadku bulat, kalau aku harus bekerja demi keluargaku. Aku harus bisa kuliah untuk kemudian mampu mengubah keluargaku menjadi lebih baik. Entah itu mimpi, atau hanya sekedar khayalan aku ga peduli. Yang terpenting bagiku aku harus memiliki semangat entah dari apapun sumbernya.
Di usia remajaku yang pada umumnya berbahagia dengan berpacaran atau menghias diri, aku tidak. Aku memilih fokus mencari kerja. Dari mulai menjadi penjaga toko di pasar baru, sampai akhirnya aku menjadi spg di sebuah factory outlet. Seperti panggang jauh dari api rasanya. Cita-citaku yang setinggi langit ke tujuh dengan upayaku yang hanya bekerja sebagai spg, yang notabene berpenghasilan dibawah UMR. Iya, gajihku saat itu 500rb sebulan. bahkan untuk ongkos pergi kerjapun tak cukup. Karena aku masih harus tinggal di Cimahi dengan kakakku. Tapi tak apa, aku tetap sangat bersyukur. Itu hasil kerja kerasku, keringatku.
Seperti layaknya seseorang yang menerima gajih pertama, aku pun akhirnya mengirimkan sebagian uang gajihku ke Subang. Tidak seberapa sih, tapi itu sukses membuat bapakku nangis. Aku sih tidak melihatnya, hanya aku dapat kabar itu dari kakakku. Bagiku itu biasa saja. Tapi ternyata tidak bagi orang tuaku. Mereka bahagia, sekaligus sedih mendapatkan uang itu. Karena mereka tau banget tentang cita-cita aku. Tentang cita-cita awalku yang ingin jadi dokter, sampai kemudian ada masalah aku berubah haluan. Aku memutuskan ingin menjadi pengacara. Ini berangkat dari sakit hati atas kejadian yang terjadi pada keluargaku. Tapi sekarang, mereka menyaksikan sendiri aku hanya menjadi anak yang tak mampu melanjutkan kuliah lalu bekerja sebagai spg. Tapi doa mereka selalu terucap untukku, untuk kakak-kakakku.
Sampai pada saatnya aku pindah kerja ke tempat yang lebih menjanjikan. Masih menjadi spg sih, tapi di perusahaan yang lebih besar. Setahun kemudian aku naik jabatan menjadi seorang staf kantor. Perlahan mimpi itu mulai nampak. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk kuliah. Empat tahun lamanya aku menunggu, akhirnya aku kuliah juga. Tepat di 2010 aku terdaftar sebagai mahasiswa di salahsatu universitas swasta di Bandung. Bahagia pasti, bangga tentu. Tapi disana karirkupun menjadi jaminannya.
Akh entah bagaimana, semua seakan-akan menjadi sulit. Tapi aku tak patah semangat, walau sering ngutang sana sini untuk menutupi kekurangan, aku terus melanjutkan mimpiku. Bahkan beberapa waktu aku dikasih dari orang tuaku untuk membayar kuliah. Karena Alhamdulillah perlahan ekonomi keluarga mulai membaik. Sampai disaat ini di titik ini, dimana bapak telah tiada dan aku masih kuliah tingkat akhir aku masih kuat.
Oh iya aku juga sudah pindah kerja ke tempat yang aku rasa akan banyak memberiku kesempatan (lagi). Setelah sekian lama proses ini kulewati, satu hal yang aku punya : KEYAKINAN. Keyakinanku akan mimpi. Sesulit apapun, selama apapun mimpi itu akan menjadi nyata aku tetap yakin akan meraihnya.
Terimakasih Tuhan, Engkau memberiku kekuatan, keyakinan, semangat, dan kasih sayang yang luar biasa ini. Mungkin jarak tempuhku jauh lebih panjang dari yang lain, tapi aku yakin aku mampu mencapai ujung perjalanan yang membahagiakan. Tak peduli orang berpikir apa, aku akan tetap yakin dengan mimpiku. SEMANGAT buat aku!! Buat seorang anak penjual es kenong.
Bandung, 17 Maret 2014
Waktu berlalu. Bapakpun semakin tua dan sakit-sakitan. Karena memang bapak dari mudanya sudah sakit-sakitan, wajar saja jika semakin tua badannya semakin lemah. Bersyukurnya aku dan kakak-kakak memang memiliki jarak usia yang jauh.Jadi pada saat aku SD kakak terbesarku sudah menikah dan bisa dibilang lumayan sudah mampu untuk membantu ekonomi keluarga kami. Akhirnya kakakku pun memutuskan untuk mem-pensiunkan orang tua kami. Alhamdulillah. Tahun terus berjalan, kakakku yang lainpun mulai kerja lalu menikah. Semua kupikir baik-baik saja dan akan selalu seperti itu. Tapi ternyata tidak. Sesuatu terjadi pada keluargaku.
Kakak pertamaku mendapatkan masalah dipekerjaannya. Beliau di fitnah korupsi lalu dikeluarkan. Berbarengan dengan itu juga, saudara dari kakak iparku menuntut sesuatu berdasarkan atas keirian. Ah...keadaan yang selama ini aku pikir akan selalu baik-baik saja ternyata harus berubah. Ekonomi keluarga kitapun semakin porak poranda. Kakak-kakakku yang lain belum mampu kalau untuk menopang keluarga ini. Tidak ada jalan lain, pikir orang tuaku. Selain bapak kembali pada profesinya yang lama. Ya, beliau mulai berjualan lagi. Jualan es kenong, keliling kampung. Demi aku yang saat itu masih sekolah di SMA, dan baru kelas 2. Aku sakit pasti. Aku nangis saat itu. Bukan karena malu, tapi lebih kepada sakit hati atas keadaan. Atas masalah yang beruntun datang ke keluarga kami.
Hari terus berjalan. Walau bapak sudah tua, dan tenaganyapun sudah tidak sekuat dulu akhirnya sering sekali bapak pulang lebih awal karena jantungnya tidak baik-baik saja. Tapi beliau tetap semangat. Demi siapa kalau bukan demi anak-anaknya. Demi melihat anak-anaknya tenang dan tak mengkhawatirkan tentang kebutuhan orang tua. Ada satu hal yang tak akan pernah aku lupakan, dulu setiap bapak pulang jualan bapak selalu bilang ke ibu, "pisahkeun nyi duit nu aralusna, keur bekel si eneng sakola". Bagi orang lain mungkin biasa saja, tapi tidak untukku. Itu luar biasa. Mereka selalu kompak. Bagi mereka keadaan sulit saat itu tidak sebanding dengan keadaan sulit yang pernah mereka alami di masa lalu.
Alhamdulillah seiring waktu kakakku pun mulai bangkit. Dia mulai kembali ke aktifitas barunya. Sesuai dengan pendidikan yang pernah ditempuhnya. Ya, sebagai guru. Walaupun pada saat itu, kakakku masih berstatus guru kontrak. Tak masalah bagi orang tuaku. Yang terpenting kakakku sudah bangkit dari keterpurukannya.
Saat itupun tiba, aku lulus SMA. Bahagia pasti, tapi sedihpun iya. Karena disaat yang sama aku juga putus sekolah. Ekonomi keluargaku tidak memungkinkan untukku melanjutkan kuliah. Akhirnya aku dijemput kakak laki-laki ku yang tinggal di Bandung untuk ikut tinggal bersamanya sambil mencari kerja. Yaa memang terlalu kecil untuk kerja. Tapi tekadku bulat, kalau aku harus bekerja demi keluargaku. Aku harus bisa kuliah untuk kemudian mampu mengubah keluargaku menjadi lebih baik. Entah itu mimpi, atau hanya sekedar khayalan aku ga peduli. Yang terpenting bagiku aku harus memiliki semangat entah dari apapun sumbernya.
Di usia remajaku yang pada umumnya berbahagia dengan berpacaran atau menghias diri, aku tidak. Aku memilih fokus mencari kerja. Dari mulai menjadi penjaga toko di pasar baru, sampai akhirnya aku menjadi spg di sebuah factory outlet. Seperti panggang jauh dari api rasanya. Cita-citaku yang setinggi langit ke tujuh dengan upayaku yang hanya bekerja sebagai spg, yang notabene berpenghasilan dibawah UMR. Iya, gajihku saat itu 500rb sebulan. bahkan untuk ongkos pergi kerjapun tak cukup. Karena aku masih harus tinggal di Cimahi dengan kakakku. Tapi tak apa, aku tetap sangat bersyukur. Itu hasil kerja kerasku, keringatku.
Seperti layaknya seseorang yang menerima gajih pertama, aku pun akhirnya mengirimkan sebagian uang gajihku ke Subang. Tidak seberapa sih, tapi itu sukses membuat bapakku nangis. Aku sih tidak melihatnya, hanya aku dapat kabar itu dari kakakku. Bagiku itu biasa saja. Tapi ternyata tidak bagi orang tuaku. Mereka bahagia, sekaligus sedih mendapatkan uang itu. Karena mereka tau banget tentang cita-cita aku. Tentang cita-cita awalku yang ingin jadi dokter, sampai kemudian ada masalah aku berubah haluan. Aku memutuskan ingin menjadi pengacara. Ini berangkat dari sakit hati atas kejadian yang terjadi pada keluargaku. Tapi sekarang, mereka menyaksikan sendiri aku hanya menjadi anak yang tak mampu melanjutkan kuliah lalu bekerja sebagai spg. Tapi doa mereka selalu terucap untukku, untuk kakak-kakakku.
Sampai pada saatnya aku pindah kerja ke tempat yang lebih menjanjikan. Masih menjadi spg sih, tapi di perusahaan yang lebih besar. Setahun kemudian aku naik jabatan menjadi seorang staf kantor. Perlahan mimpi itu mulai nampak. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk kuliah. Empat tahun lamanya aku menunggu, akhirnya aku kuliah juga. Tepat di 2010 aku terdaftar sebagai mahasiswa di salahsatu universitas swasta di Bandung. Bahagia pasti, bangga tentu. Tapi disana karirkupun menjadi jaminannya.
Akh entah bagaimana, semua seakan-akan menjadi sulit. Tapi aku tak patah semangat, walau sering ngutang sana sini untuk menutupi kekurangan, aku terus melanjutkan mimpiku. Bahkan beberapa waktu aku dikasih dari orang tuaku untuk membayar kuliah. Karena Alhamdulillah perlahan ekonomi keluarga mulai membaik. Sampai disaat ini di titik ini, dimana bapak telah tiada dan aku masih kuliah tingkat akhir aku masih kuat.
Oh iya aku juga sudah pindah kerja ke tempat yang aku rasa akan banyak memberiku kesempatan (lagi). Setelah sekian lama proses ini kulewati, satu hal yang aku punya : KEYAKINAN. Keyakinanku akan mimpi. Sesulit apapun, selama apapun mimpi itu akan menjadi nyata aku tetap yakin akan meraihnya.
Terimakasih Tuhan, Engkau memberiku kekuatan, keyakinan, semangat, dan kasih sayang yang luar biasa ini. Mungkin jarak tempuhku jauh lebih panjang dari yang lain, tapi aku yakin aku mampu mencapai ujung perjalanan yang membahagiakan. Tak peduli orang berpikir apa, aku akan tetap yakin dengan mimpiku. SEMANGAT buat aku!! Buat seorang anak penjual es kenong.
Bandung, 17 Maret 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar