Dia yang tidak pernah kamu mengerti. Dia, racun yang
membunuhmu perlahan. Dia, yang kamu reka dan kamu cipta.
Sebelah darimu menginginkan agar dia datang, membencimu
hingga muak dia mendekati gila, menertawakan segala kebodohannya, kekhilafannya
untuk sampai jatuh hati padamu, menyesalkan magis yang hadir naluriah setiap kali
kalian berjumpa. Akan kamu kirimkan lagi tiket bioskop, bon restoran, semua
tulisannya- dari mulai nota sebaris sampai doa berbait-bait. Dan beceklah
pipinya karena geli, karena asap dan abu dari benda benda yang ia
hanguskan-bukti-bukti bahwa kalian pernah saling tergila-gila-berterbangan
masuk ke matanya. Semoga Ia pergi dan tak pernah menoleh lagi. Hidupmu,
hidupnya, pasti akan lebih mudah.
Tapi, sebelah darimu menginginkan agar dia datang,
menjemputmu, mengamini kalian, untuk kesekian kali, jatuh hati lagi,
segila-gilanya, sampai batas gila dan waras pupus dalam kesadaran murni akan
cinta. Kemudian mendamparkan dirlah kalian di sebuah alam tak dikenal untuk
membaca ulang semua kalimat, mengenang setiap inci perjalanan, perjuangan dan
ketabahan hati. Betapa sebelah darimu percaya bahwa setetes airmata pun akan
terhitung, tak ada yang mengalir mubazir, segalanya pasti akan bermuara di satu
samudera tak terbatas, lautan merdeka yang bersanding sejajar dengan
cakrawala..dan itulah tujuan kalian.
……………………
kalau saja hidup tidak berevolusi, kalau saja sebuah momen
dapat selamanya menjadi fosil tanpa terganggu, kalau saja kekuatan kosmik mampu
stagnan di satu titik. maka tanpa ragu kamu akan memilih satu detik bersamanya
untuk diabadikan. cukup satu.
satu detik yang segenap keberadaannya dipersembahkan untuk
bersamamu, dan bukan dengan ribuan hal lain yang menanti untuk dilirik pada
detik berikutnya. betapa kamu rela membatu untuk itu.
tapi, hidup ini cair. semesta ini bergerak. realitas
berubah. seluruh simpul dari kesadaran kita berkembang mekar.
hidup akan mengikis apa saja yang memilih diam, memaksa kita
untuk mengikuti arus agungnya yang jujur tetapi penuh rahasia. kamu, tidak
terkecuali.
……………………
Kamu takut karena ingin jujur. Dan kejujuran menyudutkanmu
untuk mengakui kamu mulai ragu.
Dialah bagian terbesar dalam hidupmu, tapi kamu cemas. Kata
'sejarah' mulai menggantung hati-hati di atas sana. Sejarah kalian. Konsep itu
menakutkan sekali.
Sejarah memeiliki tampuk istimewat dalam hidup manusia, tapi
tidak lagi melekat utuh pada realitas. Sejarah seperti awan yang tampak padat
berisi tapi ketika disentuh menjadi embun yang rapuh.
……………………
Skenario perjalanan kalian mengharuskanmu untuk sering
menyejarahkannya, merekamnya, lalu memainkannya ulang di kepalamu sebagai Sang
Kekasih Impian, Sang Tujuan, Sang Inspirasi bagi segala mahakarya yang
termuntahkan kedunia. Sementara dalam setiap detik yang berjalan, kalian
seperti musafir yang tersesat di padang. Berjalan dengan kompas masing-masing tanpa
ada usaha saling mencocokan. Sesekali kalian bertemu, berusaha saling toleransi
atas nama cinta dan perjuangan yang Tidak Boleh Sia-Sia. Kamu sudah membayar
mahal untuk perjalanan ini. Kamu pertaruhkan segalanya demi apa yang kamu rasa
benar. Dan mencintainya menjadi kebenaran tertinggimu.
Lama baru kamu menyadari bahwa Pengalaman merupakan bagian
tak terpisahkan dari hubungan yang diikat oleh seutas perasaan mutual.
Lama bagi kamu untuk berani menoleh kebelakang, menghitung,
berapa banyakkah pengalaman nyata yang kalian alami bersama?
Sebuah hubungan yang dibiarkan tumbuh tanpa keteraturan akan
menjadi hantu yang tidak menjejak bumi, dan alasan cinta yang tadinnya
diagungkan bisa berubah menjadi utang moral, investasi waktu, perasaan serta
perdagangan kalkulatif antara dua pihak.
Cinta butuh dipelihara. Bahwa di dalam sepak terjangnya yang
serba mengejutkan, cinta ternyata masih butuh mekanisme agar mampu bertahan.
Cinta jangan selalu ditempatkan sebagai iming-iming besar,
atau seperti ranjau yang tahu-tahu meledakkananmu---entah kapan dan kenapa.
Cinta yang sudah dipilih sebaiknya diikutkan di setiap langkah kaki, merekatkan
jemari, dan berjalanlah kalian bergandengan... karena cinta adalah mengalami.
Cinta tidak hanya pikiran dan kenangan. Lebih besar, cinta
adalah dia dan kamu. Interaksi. Perkembangan dua manusia yang terpantau agar
tetap harmonis. Karena cinta pun hidup dan bukan cuma maskot untuk disembah
sujud.
Kamu ingin berhenti memencet tombol tunda. Kamu ingin
berhenti menyumbat denyut alami hidup dan membiarkannya bergulir tanpa beban.
Dan kamu tahu, itulah yang tidak bisa dia berikan kini.
………………………………………………..
Hingga akhirnya..
………………………………………………..
Di meja itu, kamu dikelilingin tulisan tangannya yang
tersisa (kamu baru sadar betapa tidak adilnya ini semua. Kenapa kamu yang
kebagian tugas dokumentasi dan arsip, sehingga cuma kamulah yang tersiksa?)
Jangan heran kalau kamu menangis sejadi-jadinya.
Dia, yang tidak pernah menyimpan gambar rupamu, pasti tidak
tahu apa rasanya menatap lekat-lekat satu sosok, membayangkan rasa sentuh dari
helai rambut yang polos tanpa busa pengeras, rasa hangat uap tubuh yang kamu
hafal betul temperaturnya.
Dan kamu hanya bisa berbagi kesedihan itu, ketidakrelaan
itu, kelemahan itu, dengan wangi bunga yang melangu, dengan nyamuk-nyamuk yang
putus asa, dengan malam yang pasrah digusur pagi, dengan detik jam dinding yang
gagu karena habis daya.
Sampai pada halaman kedua suratmu, kamu yakin dia akan
paham, atau setidaknya setengah memahami, berapa sulitnya perpisahan yang
dilakukan sendirian.Tiak ada sepasang mata lain yang mampu meyakinkanmu bahwa
ini memanhg sudah usai. Tidak ada kata, peluk, cium, atau langkah kaki beranjak
pergi, yang mampu menjadi penanda dramatis bahwa sebuah akhir telah diputuskan
bersama.Atau sebaliknya, tidak ada sergahan yang membuatmu berubah pikiran,
tidak ada kata 'jangan' yang mungkin apabila diucapkan dan ditindakkan dengan
tepat, akan membuatmu menghambur kembali dan tak mau pergi lagi.
Kamu pun tersadar, itulah perpisahan paling sepi yang pernah
kamu alami.
Ketika surat itu tiba di titiknya yang terakhir, masih akan
ada sejumput kamu yang bertengger tak mau pergi dari perbatasan usai dan tidak
usai. Bagian dari dirmu yang merasa paling bertanggung jawab atas semua yang
sudah kalian bayarkan bersama demi mengalami perjalanan hati sedahsyat itu.
Dirimu yang mini, tapi keras kepala, memilih untuk tidak ikut pegi bersama yang
lain, menetap untuk terus menemani sejarah. Dan karena waktu semakin larut,
tenagamu pun sudah menyurut, maka kamu akan membiarkan si kecil itu bertahan
semaunya.
Mungkin, suatu saat, apabila sekelumit dirimu itu mulai
kesepian dan bosan, ia akan berteriak-teriak ingin pulang. Dan kamu akan
menjemputnya, lalu membiarkan sejarah membentengi dirinya dengan tembok tebal
yang tak lagi bisa ditembus. Atau mungkin, ketika sebuah keajaiban mampu
menguak kekeruhan ini, jadilah ia semacam mercusuar, kompas, Bintang Selatan...
yang menunjukkan jalan pulang bagi hatimu untuk, akhirnya menemuiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar